Kamis, 29 September 2011

7 Poin Sikap Internet Sehat – ICT Watch atas RPM Konten Multimedia

Menyikapi perkembangan terkini tentang hangatnya diskusi Rancangan Peraturan Menteri Kominfo tentang Konten Multimedia (RPM Konten) di ranah Internet, sekaligus menanggapi Siaran Pers No. 22/PIH/KOMINFO/2/2010 tentang “Sikap Kementerian Kominfo Dalam Menyikapi Peningkatan Maraknya Penyalah-Gunaan Layanan Internet”,
maka kami dari ICT Watch sebagai pencetus dan penggerak program Internet Sehat mengambil sikap sebagai berikut:
  1. RPM Konten memang dapat dipahami memiliki semangat yang baik, untuk melindungi masyarakat Indonesia dari maraknya konten negatif di Internet. RPM Konten juga dapat dibaca sebagai keinginan pemerintah untuk dapat memberikan kepastian hukum bagi para penyedia / penyelenggara informasi, jika ada konten negatif yang diletakkan dan/atau disalurkan melalui infrastruktur yang dimiliki dan/atau dikelola.
  2. Namun demikian, keberadaan RPM Konten tersebut tidak ada kaitannya dengan program Internet Sehat yang diinisasi dan dijalankan oleh ICT Watch sejak 2002 (silakan baca sejarahnya). Di sisi lain, Kominfo baru pada 2008 menggulirkan program dengan nama yang nyaris sama, yaitu “Internet Sehat dan Aman“. Silakan baca notulen diskusi antara ICT Watch dan Kominfo terkait polemik kemiripan nama program tersebut (rakyat vs pemerintah) dan masukan saran ICT Watch kepada Kominfo.
  3. Melihat potensi kewenangan dan kekuasaan pemerintah yang diamanatkan oleh RPM Konten tersebut, maka kami kuatir pada pelaksanaannya nanti akan terjadi hal-hal yang justru rentan mencederai semangat hakiki dan kemurnian gerakan Internet Sehat.
  4. Internet Sehat lebih memfokuskan kegiatan dan tujuan untuk “mendorong, memberdayakan dan memfasilitasi” pertumbuhan dan penggunaan konten lokal yang positif dengan landasan kebebasan berekspresi yang bertanggung-jawab dan beretika (termasuk self-censorship), dengan mengedepankan peran dan fungsi diri sendiri, institusi keluarga, pendidikan dan masyarakat madani. Sedangkan RPM Konten lebih cenderung bersifat “mengawasi, mengatur dan menghukum” keberadaan konten di Indonesia dengan pendekatan top-down (larangan, ancaman, hukuman, sanksi, dll).
  5. Filterisasi dan blocking, pada prakteknya rentan disalahgunakan untuk membatasi kebebasan berekspresi dan berinformasi pada masyarakat. Apalagi salah satu acuan dari RPM Konten ini adalah Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang pada beberapa kasus implementasi di lapangan mendapatkan tentangan dari berbagai komunitas dan profesi.
  6. Adanya filtering dan blocking terus menerus dan kumulatif, maka yang rentan terjadi adalah pelambatan akses Internet di Indonesia, yang berarti juga semakin lambatnya masyarakat Indonesia (khususnya para pengguna Internet) untuk mencari dan mendapatkan informasi.
  7. Saat ini pemerintah lebih baik mengerahkan sumber dayanya untuk mendorong beragam kegiatan grass-root yang dapat menumbuhkan dan meningkatkan potensi kualitas dan kuantitas konten lokal yang positif. Sebab, keberadaan dan dampak konten negatif dapat dilawan, diminimalisir atau ditekandengan digelontorkannya konten-konten lokal yang positif sebanyak mungkin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar